Saat ujian seperti
saat ini, gue baru sadar dan merasakan betul bahwa di Pondok Pesantren dululah tempat yang cocok sekali untuk
belajar dan mendalami ilmu. Tanpa handphone, laptop, social media, game, gadget
lainnya, dan segala peraturan serta disiplin yang di terapkan di Pondok
pesantren yang tujuannya agar para santrinya fokus dalam menuntut ilmu. Suasana
belajar yang kental, dibarengi dengan pengawasan serta motivasi para ustadz dan
ustazah membuat orang yang tadinya malas untuk belajar, yang tadinya tidak semangat
belajar, menjadi semangat untuk belajar, walaupun kecil ataupun besar semangat
tersebut, tetap semangat itu pasti ada.
Dan gue teringat salah satu kalimat yang pernah diucapkan oleh Al-Ustadz K.H A.Syahiduddin salah satu sesepuh Pondok pesantren Latansa saat acara penglepasan santri angkatan 21, “Handphone itu IBLIS” ucap beliau sambil mengangkat handphonenya. Perkataan itu sangat tepat sekali dan terbukti dangan apa yang gue rasakan saat ini. Memang HP seperti jelemaan iblis yang selalu menggoda penggunanya. Kita kadang terlena dan dimanjakan dengan teknologi tersebut, mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, ia selalu menggoda. Ketika bangun tidur kita malah lebih ingat untuk sekedar mengecek notif-notif yang masuk di HP dibandingkan membaca doa ketika bangun tidur, kita lebih memilih untuk mengecek status-status di sosial media yang kita punya dibanding mengecek ayat-ayat Allah di Al-Quran, kita juga terganggu dengan dering pemberitahuan yang berbunyi yang mengganggu fokus kita saat belajar bahkan beribadah.
Saat di pesantren dulu, gue benar-benar bisa fokus dalam belajar dan beribadah, selain lingkungan yang mendukung, motivasi selalu ada untuk gue belajar. Puncak semangat belajar gue adalah waktu kelas akhir di pesantren yaitu kelas 6 (3 SMA). Saat inilah yang gua pikir gua harus berjuang untuk menjadikan akhir yang baik bagi gue, agar gua bisa khusnul khotimah keluar dari pesantren ini. Tempat favorit gua belajar adalah di masjid lantai dua, sampai-sampai tempat tersebut menjadi kamar kedua bagi gua. Bukan gua saja yang menjadikannya tempat favorit, ada sobat-sobat gue dulu yang membuat tempat ini menjadi basecame kami untuk belajar. Gue memilih masjid karena tempat ini yang gua anggep cocok buat belajar gue. Selain itu, gue juga bisa fokus beribadah, bisa shalat berjamaah setiap waktu, dan nyaman untuk membaca Al-Quran.Disinilah gue bukan cuma bisa fokus belajar tapi juga beribadah dan berdoa untuk kelancaran hidup gue. Karena gue yakin usaha tanpa doa itu sia-sia.
Namun sekarang gue tidak bisa sefokus dulu saat di pesantren, dalam beribadah dan juga belajar. Di bangku perkuliahan ini, yang gua rasa tidak seberapa berat saat dipondok dulu, karena hanya beberapa mata kuliah yang dipelajari, sedangkan saat dipondok dulu banyak sekali pelajaran harus gua pelajari. Tapi karena fokus gue terganggu dengan iblis-iblis yang menjelema menjadi gadget-gadget yang gue gunakan sekarang, lingkungan pun kurang mendukung seperti dahulu. Dan alhasil, belajar gue kurang maksimal, yang seharusnya gue bisa lebih dari yang gua depatkan sekarang, dan juga ibadah gua menurus drastis.
Dulu, Al-Quran menjadi teman dekat gue kini tergantikan dengan handphone dan laptop, dulu gue sering kali membaca Al-quran, sekarang tergantikan dengan sosial media. Kengen sekali dengan suasana di kota santri saat musim ujian saat ini, kota yang bersahabat bagi para penimba ilmu, kota yang bersahabat untuk menggapai ridho Allah. Dan dari sini gue bisa sadar bahwasanya Pondok Pesantren bukan hanya mengajarkan ilmu-ilmu akademik dan spiritual, tetapi juga mengajarkan ilmu-ilmu kehidupan yang kita butuhkan untuk menjalankan kehidupan di dunia dan menyiapkan bekal untuk kehidupan yang abadi di akhirat kelak.